Sabtu, 22 Januari 2011

Kecewa

Mati keinginan berbincang
Setelah jiwa terguncang
Aku sekarat tertusuk pedang katamu
Astagfirullah….
Kukira engkau memahami aku
Rupanya aku keliru…

Aah….jangan sedih Rajawaliku
Harum cintamu mengurangi
sakit dan derita yang kurasa
Kasih sucimu bagai udara segar
melonggarkan paru
aku baik-baik saja…baik-baik saja…

Sayap Rindu

Aku tahu sayap-sayap rindumu
terentang menanti aku
tak pernah lelah tak pernah jemu
maka kumpulkanlah hangat
cintamu di pundi-pudi hawa
pada sayap – sayap itu
biar hangatkan kristal kasihku
yang pasti telah jadi ungu
jika tiba saat bertemu

Jumat, 21 Januari 2011

NIKMAT TUHAN


Panorama senja di pantai
selalu saja mempesona
Semburat jingga di barat
Gulungan awan yang memikat
Kapal-kapal yang merapat
Gemunung di kejauhan yang
berubah warna jadi hijau gelap
setelah seharian mandi cahaya
Gelombang biru berkilau
yang mesra berkejar
di antara tiupan angin segar
semua membuat jiwa halus bergetar

Subhanallah…
Maha Suci Engkau Ya Robbi
Engkaulah yang memelihara kedua tempat
terbit dan terbenamnya matahari
Engkau jua Tuhanku yang membiarkan
dua lautan mengalir dan bertemu

Engkau ratakan bumi bagi kami
bagi semua makhlukMu
Engkau tumbuhkan pohon-pohon
dengan buah-buahan yang segar
bunga-bunga yang harum indah
marak mekar

Subhanallah…
Maha Suci Engkau Robbul Izzati
Tak terhitung nikmat yang Kau beri
Amat PemurahNya Engkau Tuhanku
Sangat besar kasih dan cinta-Mu
Kurasakan semakin bergetar…jiwaku
Ingat tanya-Mu dalam surat Ar Rahmaan
yang Engkau turunkan:
“ Fabiayyi aalaa-i robbikumaa tukadzdzibaan “
“Maka nikmat Tuhan yang manakah
yang kamu dustakan?” 

Minggu, 16 Januari 2011

Di Mol Taman Anggrek

        I
Nuansa merah mewarnai mol Taman Anggrek
dari hiasan, barang yang dipajang, sampai pakaian
security…bermerah-merah ria menghangatkan
suasana
Ada apa ya?...
Aaaa….Konyan…
Tahun baru Cina…Februari tanggal tiga…

            II
Ibu muda bertubuh sintal
bercelana streat hitam
berkaus putih
dengan obi berploi warna abu-abu
terlihat lucu…
tapi orang melihatnya biasa saja karena
segolongan dengan mereka
sama-sama korban mode
korban gaya…

Dan di antara hingar bingar musik juga suara
anak merajuk…
kudengar bocah di sampingnya nyeletuk:
“ Mami…Mami kaya’ ayam broiler…”
Ahahaha…ahahaha…

        III
Kalung plastik warna warni
ditata menarik hati
ada biru, putih, merah, toska, coklat, hitam,
kuning juga ungu
harganya rata-rata hampir dua ratus rribu
Ah, buat apa buang-buang uang untuk
beli itu?...

            IV
Ibu cantik rambut dikuncir
bergaun hitam gaya compang camping
gadis kecilnya mengikuti di belakang
jalan berkeliling
kelihatan sudah lelah dan pusing
tapi ibunya bagai tak perduli
asyik memih anting-anting

            V
Sudah jam delapan malam
mari kita pulang…
buat apa muter-muter…tak karuan?...
lelah….aah…

Senin, 10 Januari 2011

Catatan 9-10 Januari 2011


( Dalam Perjalanan Jakarta-Lampung )

                        I
Gelap karena mendung begitu pekat
kabut putih menyelimuti
laksana asap
lalu rintik…
tak lama kemudian hujan lebat…
Ah, dingin menyengat…

                        II

Di tol Cilegon Timur
bapak tua menyeberang jalan
enak…tak ada takutnya
lalu ibu muda….
pemuda tanggung…
menyeberang juga tanpa bingung
diantara mobil-mobil yang
berlari kencang
Heran…
Seperti punya nyawa cadangan…

                        III

Sebelum Terminal Terpadu Merak
seorang pemuda berteriak:
Gak bisa lewat!...”
“Kenapa?...” tanyaku
“Ya sudah… ikut saya saja….
Saya pandu!...” jawabnya
“Masa sih…
Jangan ikuti…
Menipu…pasti…” kata suara di dalam hati
Dan ternyata…
Benar saja…ahahaha…

                        IV

Kapal “Ayin” mulai bergerak
Akan segera tinggalkan Dermaga Merak
Jalan pelan…pelan…
Aku pening…
Takut? Cemas?
Tidak juga…
Hanya ingat Hp ku berbunyi sendiri
dalam rasaku pagi tadi
Biasanya…itu seperti firasat
tak boleh pergi…
Aah…aku sudah putuskan…
“Bismillah…”

                        V

Sepertinya kapal melaju pelan…
Sejauh mata memandang hanya lautan
dengan air seakan berwarna hijau
hampir hitam
Kami melintasi Pulau Kepok, sekarang
Ada satu dua perahu nelayan
di seberang Kapal Ayin

                        VI

Gemunung di kejauhan seperti lukisan
dalam kanfas Tuhan
biru lembut…di antara kehijauan laut

                        VII

Pulau Kepok semakin jauh…
Seperti paus hitam menyembul
ke permukaan
menghirup udara lalu menyelam
Di belakangnya gemunung biru di antara
kemilau laut keperakan
memantul sinar matahari jam Sembilan

                        VIII

Dua kapal di kejauhan…
terlihat kecil bagai mainan di luas lautan
Ya Allah…Tuhan…
Sepi menyergap dan meraja di hati
bayangkan jika aku berada sendiri
Aah…terseret aku dalam ilusi…

                        IX

Bau tubuh abang-abang di sebelahku
menambah pusing,pening…
di tambah asap rokok tambah tujuh keliling

                        X

Pulau Tangkil di hadapan
Cantik…dengan hijau pepohonan
Kami pasti segera sampai…
Akan merapat di Pelabuhan Bakaheni

                        XI

Duduk  dalam mobil di areal parkir
memandang ke laut seakan berada di tengah
kolam yang terus bergoyang
Pohon-pohon di pulau makin menampak hijau
dan gunung tak lagi biru tapi hijau tua
berselimut kabut

                        XII

Putar kiri…putar kanan…
Kapal fery ini tak jua merapat
Gunung-gunung seperti berputar perlahan…
padahal diam…

                        XIII

Sepeda-sepeda motor dihidupkan…
Bersiap keluar arena parkir
“Troot…troot…troot…” kapal kami
agaknya merapat…
tambang-tambang besar di lempar…
penghubung ke Dermaga Bakaheni siap:
“ Hallo…Bakaheni…
Aku datang… selamat siang…”

                        XIV

Gunung kapur sudah coak…
Hampir separuhnya bohak…
Ini pasti ulah manusia yang malas
gunakan otak karena perutnya
lebih berat…
Aduh…aduh…dirusaknya alam…
didatangkan bencana kemudian

                        XV

Daerah gunung kunyit didominasi
tanaman pisang dan jagung di samping padi
sementara pohon kelapa memagar sawah
indah…tumbuh berjajar

                        XVI

Kota Kalianda jalannya hampir lurus
dan bagus
hampir tak ada tantangan…
kecuali truk-truk besar tertutup terpal
entah…memuat apa..
mungkin hasil bumi Kalianda

                        XVII

Sebentar lagi kami sampai Popo…
akan kami cium kedua pipimu
akan kami peluk sepenuh rindu…
akan kami katakan:
“Selamat Tahun Baru…Popo…
Kami mencintaimu…”

                        XVIII

Melihat wajah Popo yang bahagia…
Hilang…rasa lelah…
Popo langsung minta ini minta itu
mulai pembersih lantai, obat nyamuk,
sabun wangi, sampai baigon…popo pesan
Tawanya masih renyah seperti dulu:
“ Heheheheheh…heheheheheh…heheheheheh…”
tawa manja pada anak cucu…
tawa yang selalu membuat rindu
                        XIX

“Menginaplah…menginaplah…
masa jauh-jauh…tak meginap?...
Setiap hari … popo tunggu-tunggu…
katanya mau datang….
tapi tak pulang-pulang…
Berkali-kali popo masak sayur…
akhirnya dibuang…
Ikan…kodok …dan udang…
digoreng tepung berulang-ulang
juga dibuang…karena kalian
tak kunjung datang
Sekarang ada sekilo udang juga ikan kembung
untuk kalian…
mari makan…
bening bokcoy dengan labu dan jagung muda
juga ada
Popo…Popo…
Oma yang selalu penuh cinta…

                        XX
Masih ada becak di sini
di depan Toserba Candra
seperti di Jakarta tempo dulu

                        XXI

“Popo mau buah…mau buah…” pintanya manja
“Yayaya…yayaya… kita beli di Toserba Chandra
Buah – buah yang kami beli tempo hari busuk semua
karena tak bisa berangkat terikat kerja “
“Popo mau melon…mau pisang…mau anggur juga…”
“Okey…boleh-boleh saja…
uangnya mana?...” tanya kami menggoda
“ Uang kalianlah… kalau tak ada…
gesek-gesek boleh juga…” ujar popo sambil tertawa
“Heheheheheh…heheheheheh…”
Popo…popo….

                       XXII

Sudah jam 19.00 Popo …
Kami harus pulang…karena besok
kami harus kerja
mudah-mudahan.. “Konyan” kami bisa datang
walau berat…kami mesti berangkat
“Daah…Popo….”